Jumat, 25 Mei 2012

Alhabib Islamic Web Service

Alhabib Islamic Web Service

Free Download Quran: Quran - Recitation by Sheikh Abdul Rahman Al-Sudai...

Free Download Quran: Quran - Recitation by Sheikh Abdul Rahman Al-Sudai...: Share This Quran On Facebook Download Complete Quran In Win Rar Click Here To Download File Part 1 of 2 Click Here To Download File...

NIKMATI MENJADI DIRI SENDIRI

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِي

     semoga bisa menjadi pembuka pintu masa depan menjadi lebih baik untuk memantapkan langkah menatap esok hari dengan berbagai rahasia Illahi :)
yah bukan untuk mengurui ataupun apa itu istilahnya..
tapi disini ana hanya ingin berbagi bareng dan juga sebagai bahan diskusi untuk diluruskan supaya lebih indah isi didalamnya dan bermanfaat ..

nah begini
(prolognya sambil degerin lagunya opick semesta bertasbih atau instrume kitaro juga boleh boleh boleh :)

     bukan sebuah mitos atau pun rekayasa, banyak orang menjadi sukses karena berbagai jati diri yang mereka miliki. kekuatan mereka yang tiada asa untuk meraih sebuah karya yang membuatnya bangga. tanpa kita sadari sebenarnya Allah telah menciptakan kita dengan beraneka ragam dari suku, ras, bangsa, negara, hingga sampai ujung kutup. yang semuanya mempunyai bermacam-macam cara bagaimana mempertahankan kehidupannya. yahhh ana merasa tergelitik geli dengan sentilan diatas :D yah gimana ndak toh.
kalau dilihat dengan kacamata cekung maupun cembung, semua kenyataan itu tak bisa dilihat berubah menjadi kebohong. sejatinya manusia telah mempunyai keahlian masing-masing, namun dalam diri manusia juga telah tertanam sifat yang membuat para saithonirojim pada ketawa jingkrak nyengir. dimana manusia mempunyai sifat yang iri binti dengki binti kurang syukur, yang membuat kita selalu saja kurang puas, kurang bisa bersyukur akan potensi yang diberikan Allah.
    dalam konteks ini ana mencoba mengulas akan bobroknya moral negeri ini, dimana manusia hanya bisa meniru, menjiplak hak karya orang lain tanpa melihat bagaimana pengorbanannya dari tetes-tetes keringat yang terkucur untuk membuahkan sebuah karya yang dapat mendobrak kancah dunia. mungkin mereka para koruptor bangsa pun sama yakni berjiwa plagiat, yaitu yang dipikirannya hanya terukir, gimana yah dapetin duit cepet, kaya raya, bisa nangkring pakek BMW kelas kolongmerat. heh haloooooo... lo pikir cari duit tinggal copy-paste-save. jangan ngedongak keatas dong bapak ibu koruptor, cobalah berfikir bijak melihat kebawah bagaimana kalian mengangapresiasi para penemu bangsa yang udah mati-matian menemukan hal yang luar biasa, cuman dikasih selembar kertas berupa piagam. ana mencoba merenung...  hia juga yak emang orang idup mau dimakanin kertas piagam gituan yak apa ya kenyang ?. sedangkan para bapak ibu koruptor cuman bisa duduk-duduk dikursi empuk bekelnya cuman mulut, hasilnya ngalir kya gerojokan. masyaallah dimana pemimpin kita yang sebenarnya ? yang katanya orang indonesia terkenal ramah sopan, mana penggamalan pancasila yang jadi maskot bangsa kita ?
    negara ini merindukan pemimpin-pemimpin yang dimana rakyatnya kelaparan dia turun kerumah-rumah membawakan makan, yang dimana rakyatnya sakit tak bisa makan dia suapi, yang dimana dia dicemooh dia tersenyum membelai lembut. yang dimana dia dapat bersikap adil tanpa memikirkan bayaran sepeserpun, tak adakah jiwa yang terpangil untuk menjadi pemimpin banggsa yang benar-benar menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan, ketulusan  ?

   rintih kami yya robb, pertemukan kami dengan jiwa-jiwa pemimpin seperti Kanjeng Nabi Muhammad SAW, kami merindu belai tutur kata lembutnya, kami merindu keadilan yang pernah tercipta..
semoga kami bisa memegang teguh petuah Engkau yya robb..
yang bisa menjadi pelipur dikala ada luka
dan menjadi pemimpin yang dapat amanah tak goyah oleh kemilau dunia yang sesaat :)
aminnnn

 , ayooo kawan-kawan kita rapatkan barisan tuk memberantas kemungkaran dan menyebarkan pesan perdamai untuk kesejahteraan kita semua dengan berprinsip teguh satu ajaran as sunnah dan Al-Qur'an nur karim. bismillahhh man jadda wa jadda :) ...
merdeka

26mei2012 dibawah temaram @izzaulhaq/01.37wib

Kesungguhan Ikhtiar Bukti Kejujuran Doa (Seri Keajaian Doa)

Salah satu syarat terkabulnya doa adalah kejujuran hati seseorang saat memanjatkannya. Dan kejujuran serta kesungguhan itu haruslah dibuktikan. Sedangkan salah satu bentuk pembuktiannya yang utama adalah dengan melakukan upaya riil dan ikhtiar sungguh-sungguh demi terwujudnya isi permohonan dalam doanya tersebut. Sehingga orang yang berdoa memohon rezeki misalnya, tidak mungkin jujur dalam doanya, jika ia tetap saja bermalas-malas dalam usaha dan ikhtiarnya untuk menyambut rezeki Allah dari jalur-jalurnya sesuai sunnatullah dan syariah-Nya sekaligus. Sebagaimana sulit dipercaya kejujuran doa seorang siswa atau mahasiswa yang ingin mendapatkan nilai istimewa dan rangking tinggi dalam ujian akhir misalnya, jika hari-harinya selama masa belajar dan termasuk sampai menjelang ujian tetap dipenuhi dengan lebih banyak bermain dan bahkan berpacaran, tidak dengan keseriusan belajar!
Maka, mari bersama mengambil ibrah dan pelajaran dari kisah inspiratif berikut ini! Selamat menyimak!
Tersebutlah sebuah sekolah di suatu daerah, dimana diantara guru-gurunya terdapat seorang yang dikenal berpaling dari ibadah kepada Allah Ta’ala, tidak menunaikan shalat, dan tidak pula melaksanakan perintah-perintah agama yang lain. Lalu ditempatkanlah di sekolah itu seorang guru baru yang baik dan saleh. Beliau menuturkan kisahnya: Saat pertama kali pergi demi menjalankan tugas mengajar – sesuai penempatan – di sekolah tersebut, dan pada waktu istirahat diantara jam-jam pelajaran, aku perhatikan guru-guru berkumpul di satu ruangan, sementara ada seorang guru yang menyendiri di ruangan lain. Maka akupun bertanya kepada mereka, mengapa dia menyendiri dan tidak bergabung bersama disini?. Mereka menjawab dengan mengatakan: Dia tidak mau shalat, maka kamipun tidak ingin dan tidak suka duduk dengannya!
Sang guru baru tersebut melanjutkan ceritanya: Aku lalu pergi dari ruang istirahat para guru, untuk duduk bersama guru yang menyendiri itu di ruangannya. Tapi dia justru menjauh dariku. Namun pada istirahat berikutnya, saat aku melakukan hal yang sama, dia sudah mulai menampakkan sikap sedikit akrab denganku. Kemudian aku berkata kepadanya: Aku datang ke daerah ini tanpa disertai seorangpun diantara anggota keluargaku. Maka jika berkenan, aku ingin tinggal bersamamu, karena aku tahu bahwa, engkaupun tinggal sendirian disini, bagaimana? Awalnya dia tampak tidak suka dan tidak berkenan dengan kata-kata dan tawaran serta permintaanku, seraya berucap: Aku ini seorang yang tidak baik! (Mungkin maksudnya bahwa, kita tidak akan cocok jika bersama, dan aku tidak akan betah tinggal dengannya! Dan mungkin saja itu ia simpulkan dari sikap umumya kawan guru terhadapnya selama ini). Namun aku buru-buru berkata kepadanya: Bagaimana kalau aku tinggal denganmu beberapa hari saja sampai aku mendapatkan tempat tinggal sendiri, dan saat itu aku akan pindah dari tempatmu? Akhirnya iapun setuju dengan opsiku tersebut.
Guru kita yang saleh ini masih melanjutkan penututurannya: Dan pada hari-hari kebersamaan kami selanjutnya, sesuai rencana, aku sengaja memberikan pelayanan kepadanya. Dimana aku biasa mencucikan pakaiannya, membuatkan makanan untuknya, membersihkan rumah, dan lain-lain. Dan itu semua aku lakukan, sementara disaat yang sama, sengaja aku tidak pernah mengungkit-ungkit atau menyinggung sedikitpun tentang keengganannya dalam mengerjakan kewajiban shalat. Sampai suatu hari aku berkata kepadanya: Baiklah kawan, insya-allah hari ini aku akan pergi mencari rumah kontrakan/kost-kostan sendiri untukku. Namun dia justru menahanku. Mungkin karena tidak ingin kehilangan layananku.
Kemudian pada suatu hari, saat kami sedang duduk bersama sambil menikmati minuman teh selepas santap siang, sebagaimana kebiasaan kami, tiba-tiba adzan asar berkumandang untuk menyeru hamba-hamba Allah. Akupun langsung meletakkan semua yang ada di tanganku dan bergegas bangkit untuk menyambut undangan Allah. Dan saat melihatku berkemas itu, temanku berkata kepadaku: Apakah engkau tidak bosan harus pergi ke masjid untuk shalat lima kali setiap hari? Aku jawab cepat: Sama sekali tidak. Aku justru merasakan kenyamanan dan menemukan ketenangan dengan shalat yang aku jalankan selama ini. Apakah engkau tidak ingin mencoba merasakannya pula? Ternyata ia merespon kata-kataku dengan positif seraya berucap: baiklah, tidak ada salahnya aku coba.
Sejurus berikutnya kamipun – untuk pertama kalinya – pergi bersama ke masjid. Namun ia pergi tanpa berwudhu terlebih dahulu. Dan aku sengaja tetap mendiamkannya. Ketika masuk masjid, kami melakukan shalat dua rakaat tahiyatul masjid. Saat itu aku berada tepat di belakangnya. Wallahu a’alam kok aku merasa itulah saat yang paling tepat untuk mendoakannya, selain doa-doaku untuknya selama ini. Maka akupun mengangkat kedua tanganku ke langit seraya bermunajat: Ya Rabbi! Sungguh aku telah berusaha semampuku untuk melakukan segalanya terhadap hamba-Mu yang ada di depanku ini. Sampai aku, dengan izin dan taufiq-Mu, berhasil memasukkannya ke dalam rumah-Mu, dan membawanya ke hadapan-Mu! Maka berikanlah kepadanya hidayah dan petunjuk-Mu, ya Rabb!
Seterusnya seusai kami shalat, akupun bertanya kepadanya: Apa yang engkau rasakan sekarang di hatimu? Ia lantas menjawabku dengan mengatakan: Sungguh sebuah perasaan nyaman dan tenang yang belum pernah kurasakan sebelumnya! Maka setelah itu kukatakan kepadanya: Nah, setelah ini nanti ada shalat maghrib, dan aku berharap agar engkau mau mandi dan wudhu terlebih dulu sebelumnya. Dan ternyata iapun sepakat untuk melakukan itu. Akhirnya, alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah, singkat cerita, Allah berkenan memberinya petunjuk dan hidayah, sehingga iapun berubah rajin sekali dalam menunaikan ajaran-ajaran Islam. Sehingga kamipun berteman dan bersahabat semakin akrab dan dekat, selayaknya saudara!
Sementara itu, pada suatu waktu, akupun berkesempatan mengingatkan kawan-kawan pengajar yang lain, seraya berujar: Sikap dan perlakuan kalian terhadap saudara kita itu selama ini kurang bagus. Coba lihat, bagaimana ternyata akhirnya Allah Ta’ala memberinya hidayah, dengan sarana akhlak dan kelembutan!
Bahkan ia kemudian menjadi seorang juru dakwah yang, dengan kehendak Allah, berhasil mengislamkan banyak orang, disamping sukses menyadarkan banyak hamba Allah yang lain, yang meskipun beragama Islam namun dengan tingkat keberislaman seperti kondisinya semula saat pertama kali aku mengenalnya! Falhamdu lillahi Rabbil-‘alamin!
Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA
Untuk mendapat cerita dan tausiah-tausiah  lainya. silahkan gabung ke: http://goo.gl/oKKB5

Sidik Jari dan Keajaiban Al-Qur’an

Setiap orang, termasuk mereka yang terlahir kembar identik, memiliki pola sidik jari yang khas untuk diri mereka masing-masing, dan berbeda satu sama lain. Dengan kata lain, tanda pengenal manusia tertera pada ujung jari mereka. Sistem pengkodean ini dapat disamakan dengan sistem kode garis (barcode) sebagaimana yang digunakan saat ini.
Saat dikatakan dalam Al Qur’an bahwa adalah mudah bagi Allah untuk menghidupkan manusia setelah kematiannya, pernyataan tentang sidik jari manusia secara khusus ditekankan:
“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jarinya dengan sempurna.” (Al Qur’an, 75:3-4)
Penekanan pada sidik jari memiliki makna sangat khusus. Ini dikarenakan sidik jari setiap orang adalah khas bagi dirinya sendiri. Setiap orang yang hidup atau pernah hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang unik dan berbeda dari orang lain.
Itulah mengapa sidik jari dipakai sebagai kartu identitas yang sangat penting bagi pemiliknya dan digunakan untuk tujuan ini di seluruh penjuru dunia.
Akan tetapi, yang penting adalah bahwa keunikan sidik jari ini baru ditemukan di akhir abad ke-19. Sebelumnya, orang menghargai sidik jari sebagai lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna khusus. Namun dalam Al Qur’an, Allah merujuk kepada sidik jari, yang sedikitpun tak menarik perhatian orang waktu itu, dan mengarahkan perhatian kita pada arti penting sidik jari, yang baru mampu dipahami di zaman sekarang.
Sumber:http://www.keajaibanalquran.com/biology_10.html

Ilustrasi dari Inet

10 Penghalang Keterkabulan Do’a

Seorang lelaki pernah mengadu kepada syekh Ibrahim bin Adham, “Mengapa kami sering berdo’a namun do’a-do’a kami tak kunjung terkabul.”
Syekh yang zuhud itu menjawab,
“Karena kalian telah mengenal Allah SWT sebagai Tuhan kalian, tapi kalian tidak mentaati aturan-Nya.
Kalian telah memahami bahwa Rasul adalah (panutan hidup), tapi kalian enggan mengikuti jalan hidupnya.
Kalian tahu bahwa al Qur’an adalah pedoman hidup, tapi kalian tidak mengamalkan petunjuknya.
Kalian telah mengecap berbagai nikmat pemberian Allah SWT, tapi kalian jauh dari nilai kesyukuran.
Kalian merindukan surga, tapi kalian tak mau mengejarnya.
Kalian takut kepada neraka, tapi kalian tiada lari darinya.
Kalian tahu bahwa setan itu adalah musuh, tapi kalian tidak mau memeranginya dan bahkan kalian mengikuti ajakannya.
Kalian yakin bahwa kematian itu pasti (kedatangannya), tapi kalian tidak menyiapkan diri untuk menyambutnya.
Kalian telah banyak memakamkan jenazah, tapi kalian tidak mau mengambil pelajaran darinya.
Dan kalian mengabaikan aib diri sendiri, namun kalian sibuk mengumpulkan aib orang lain.”
Wallahu a’lam bishawab..mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaat dari nasehat ulama yang zuhud ini. Amien.
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far

Ilustrasi dari Inet

BERSYUKURLAH, PASTI NIKMAT BERTAMBAH

Ilustrasi dari Inet
Minimal ada dua faktor penentu utama kelas dan level syukur seseorang
Pertama, jenis dan tingkat kenikmatan apa yang lebih banyak diingat dan lebih sering disyukuri?
Kedua, dalam bentuk dan dengan cara apa saja syukur dibuktikan dan diekspresikan?
Maka syukur level tinggi adalah syukur terhadap jenis-jenis kenikmatan tingkat tinggi juga
Disamping ia adalah syukur yang dibuktikan dengan kualitas bukti syukur yang lebih tinggi dan juga kuantitas ekspresi syukur yang lebih banyak macamnya
Sebaliknya, syukur level rendah, adalah karena yang lebih banyak diingat dan disyukuri hanyalah jenis dan bentuk kenikmatan “kelas rendah”
Begitu pula, syukur ditunjukkan dengan kualitas yang rendah, dan kuantitas yang sedikit
Sementara itu, secara global, jenis kenikmatan bisa diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan
Tingkat pertama, tingkat terendah, berupa kenikmatan materi duniawi yang bukan termasuk hajat hidup vital dan asasi, serta yang juga biasanya memiliki banyak opsi pilihan. Misanya seperti: nikmat harta dengan segala jenis dan macamnya, pekerjaan, jabatan, kedudukan, kesuksesan materi dan pilihan-pilihan kebutuhan hidup yang lainnya.
Tingkat kedua, tingkat pertengahan, adalah kenikmatan-kenikmatan yang merupakan kebutuhan-kebutuhan hidup yang bersifat vital dan sangat asasi. Seperti misalnya: nikmat hidup itu sendiri, nikmat umur, nikmat waktu, nikmat nafas, nikmat detak jantung, nikmat kelengkapan dan kesehatan fisik seperti panca indera, dan lain-lain.
Tingkat ketiga, tingkat puncak tertinggi, berupa kenikmatan-kenikmatan sejati dan hakiki. Yakni nikmat hidayah, nikmat iman, nikmat islam, nikmat ketaatan, nikmat ibadah, nikmat amal saleh, nikmat dakwah, dan seterusnya.
Nah, jika direnungkan dan dievaluasi, ternyata syukur kebanyakan kita masih berkelas “rendahan”. Hal itu antara lain, karena bentuk dan jenis kenikmatan yang lebih banyak diingat dan lebih sering disyukuri, barulah kenikmatan-kenikmatan dalam kategori tingkat pertama diatas, yang memang merupakan tingkat terendah. Bahkan persepsi kebanyakan manusia tentang kenikmatan, selalu tertuju dan teralamatkan kepada jenis-jenis kenikmatan materi duniawi ini.
Tentu saja kita tidak mengingkari bahwa, itu semua juga merupakan kenikmatan Allah yang wajib disyukuri. Jadi yang jadi masalah dan salah, bukanlah sikap mengingat dan mensyukuri kenikmatan-kenikmatan materi itu. Tidak sama sekali. Itu sudah benar, dan memang harus begitu. Setiap kenikmatan, sekecil dan serendah apapun, wajib tetap kita ingat dan syukuri!
Namun yang salah dan jadi masalah, adalah terabaikan, terlalaikan dan terlupakannya kenikmatan-kenikmatan pada tingkat yang lebih tinggi. Baik yang berada di tingkat kedua diatas, maupun bahkan yang di tingkat puncak, yang merupakan kenikmatan hakiki tak ternilai. Dan karena tidak diingat, maka tentu berarti juga tidak disyukuri. Sedangkan sikap tidak mensyukuri kenikmatan, dalam bahasa Al-Qur’an, sama dengan mengkufurinya. Disinilah perbandingat itu menjadi berat, sulit dan sangat timpang. Dimana sikap syukur akan kenikmatan-kenimatan materi duniawi yang berada di tingkat rendah di satu sisi, harus dibandingkan dan dihadapkan dengan sikap kufur terhadap kenikmatan-kenikmatan lain yang justru merupakan kenikmatan-kenikmatan yang jauh lebih inggi tingkat dan nilainya, lebih-lebih kenikmatan-kenikmatan hakiki yang berada di tingkat puncak!
Nah, jika demikian fakta dan reaalita syukur kita selama ini, bukankah yang paling kita butuhkan saat ini dan seterusnya, adalah upaya-upaya muhasabah, evaluasi dan introspeksi diri, agar meningkat dan bertambah level syukur di hati?
Maka, dalam rangka muhasabah, evaluasi dan introspeksi diri tersebut, mari banyak-banyak bertanya kepada diri sendiri, misalnya, seberapa sering selama ini kita berucap al-hamdulillah demi mengingat dan menyadari betapa tak ternilainya nikmat hidup, nikmat umur, nikmat nafas, nikmat detak jantung, nikmat kelengkapan dan kesehatan indera, dan seterusnya?
Demikian pula mari jujur pada diri sendiri dan bertanya lagi misalnya, dalam hari-hari kita sebelum ini, seberapa banyak kita selalu mengingat, menyadari dan mensyukuri kenikmatan-kenikmatan puncak dan hakiki: nikmat hidayah, nikmat iman, nikmat Islam, nikmat ibadah, nikmat amal saleh, dan lain-lain?
Bukankah kita justru lebih banyak mengabaikan, melalaikan dan melupakan kenikmatan-kenikmatan sejati dan hakiki yang tak terhingga nilainya itu?
Sekadar sebagai contoh, saat seseorang dari kita berbuka puasa misalnya, dimana berdasarkan sunnah dan realita, itu merupakan momen kegembiraan, kebahagiaan dan kesyukuran seorang muslim, biasanya hal apa yang lebih membuat yang bersangkutan bergembira, berbahagia dan bersukur saat itu? Adakah ia lebih gembira dan bahagia demi mengingat dan mensyukuri luar biasanya nikmat ibadah puasa yang baru saja sukses ditunaikannya sehari penuh? Ataukah lezatnya hidangan berbuka-lah yang lebih ia ingat dan syukuri?
Jadi, bukankah kita perlu senantiasa memuhasabahi dan mengevalusi level syukur kita?
(Bersambung insya-allah)
Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA

INDAHNYA HIDUP DENGAN LAPANG DADA

Cespleng-nya Doa pada Sepertiga Malam Akhir (Seri Keajaiban Doa)

Ilustrasi dari Inet

Allah Ta’ala berfirman tentang salah satu sifat orang-orang muttaqin (yang artinya): “Dan di akhir-akhir malam, mereka selalu beristighfar memohon ampun (kepada Allah)” (QS. Adz-Dzaariyaat: 18).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Rabb kita Allah Tabaraka wa Ta’ala selalu turun (dengan sifat dan cara yang sesuai dengan keagungan-Nya) ke langit terendah pada setiap malam ketika tinggal sepertiga malam terakhir. Lalu Dia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri. Dan siapa yang beristighfar memohon ampun kepada-Ku, akan Aku ampunkan” (HR. Muttafaq ‘alaih dari sahabat Abu Hurairah ra.).
Selanjutnya, kisah ini bersumber dari Ustadz Muhammad Al-Mukhtar Al-Syinqithi. Ada seorang laki-laki yang mengalami masalah dengan bidang pekerjaan dan status kepegawaiannya. Dimana karena demikian tidak cocoknya bidang pekerjaan dan posisi yang diberikan kepadanya, sampai-sampai hal itu membuatnya begitu terbebani dan tertekan. Dan saat ditaqdirkan berjumpa dengan Ustadz Muhammad Al-Mukhtar, tekanan batin dan kegalauan hati yang dirasakannya akibat hal itu, sudah benar-benar sampai puncaknya. Ia mengatakan, butuh seseorang yang memiliki akses dan pengaruh terhadap pemegang kewenangan dalam penempatan pegawai.
Ia bertanya kepada Ustadz Al-Mukhtar: apakah Ustadz sempat melihat dan bertemu dengan si fulan (seseorang yang diharap bisa membantunya)? Ustadz Muhammad menjawab: Tidak, aku tidak melihatnya dan belum bertemu dengannya. Lalu Ustadz Muhammad Al-Mukhtar bertanya balik: apakah masalahmu sudah kelar? Ia menjawab: sampai sekarang masih belum, Ustadz. Justru itu saya sangat butuh bantuan seorang berpengaruh dalam hal ini. Selanjutnya Ustadz Al-Mukhtar berkata: sebenarnya ada yang bisa menuntaskan masalahmu dan menghilangkan kegundahanmu!
Si lelaki itupun penasaran dan bertanya: Apakah dia bisa memberi pengaruh terhadap pejabat pemegang kewenangan kepegawaian? Ya, sangat berpengaruh, jawab Ustadz Muhammad. Si lelaki bertanya lagi: apakah Ustadz mengenalnya dan bisa berbicara dengannya tentang masalah saya? Ya, tentu, dan bahkan engkaupun bisa berbicara langsung dengannya! Tapi sebaiknya Ustadz saja yang berbicara dan menyampaikan kepada beliau, semoga Allah memberi balasan sebaik-baiknya kepada Ustadz, timpal lelaki itu. Tapi siapa sebenarnya beliau ini?, tanyanya lagi dengan penuh rasa penasaran. Dan Ustadz Al-Mukhtar pun akhirnya menjawab: Dia, tiada lain, adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala!
Nah, saat tahu bahwa, yang disebut oleh Ustadz Muhammad adalah nama Allah, justru tampak sikap keraguan dalam dirinya. Karena ia memang tidak menduga sama sekali sebelumnya bahwa, yang dimaksud beliau adalah Allah. Ustadz Al-Mukhtar lalu berujar: Wahai Saudaraku, ittaqillah! (sadar dan bertaqwalah kepada Allah!) Andai aku sebut nama seseorang diantara manusia (yang engkau harap bisa membantumu), mungkin engkau akan bersemangat dan langsung mengajak bergegas untuk menemuinya! Tapi begitu nama Allah yang aku sebutkan, mengapa engkau justru tampak bimbang dan ragu? Ya berarti engkau belum cukup mengenal Allah! Apakah engkau sudah mencoba doa pada sepertiga malam akhir?
Setelah itu keduanya lalu berpisah. Dan sepekan kemudian, saat ditaqdirkan bertemu kembali, Ustadz Muhammad mendapati lelaki tersebut dengan wajah yang berseri-seri. Dan iapun bercerita: Sungguh heran, setelah berpisah dengan Ustadz sepekan lalu itu, dengan taufiq Allah tiba-tiba saya jadi mudah sekali bangun malam, seakan-akan ada seseorang yang membangunkanku. Sehingga dengan kehendak Allah, akupun bisa shalat malam, lalu berdoa dan bermunajat kepada Allah pada malam itu di sepertiga malam terakhir-nya, sekuat-kuatnya dan sekhusyuk-khusyuknya.
Dan pada pagi harinya, saat berangkat menuju tempat kerja, dengan kehendak Allah tiba-tiba aku mengubah arah dan mengambil jalan lain, yang membuatku melewati sebuah instansi. Lalu akupun turun dan bertanya tentang kepala kantor instansi tersebut. Ternyata beliau menyambutku dengan sangat baik. Dan ketika kuceritakan kepada beliau tentang masalahku, secara tak kuduga sama sekali tiba-tiba beliau berkata: Dimana Anda selama ini? Sungguh kami sangat membutuhkan potensi dan keahlian seperti yang Anda miliki ini. Lalu beliaupun langsung memberiku dua pilihan tugas dan kedudukan (yang sesuai dengan bidang dan kecenderunganku), dimana semula aku hanya mengangankan posisi yang lebih rendah dari keduanya!
Subhanallah! Sungguh benar-benar cespleng barokah doa dan munajat pada sepertiga malam akhir!
Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA

Jodoh Dan Keajaiban Istighfar

Soal jodoh dan pernikahan adalah masalah yang paling mendominasi perhatian dan pemikiran umumnya gadis yang telah cukup umur dan siap menikah. Disamping karena memang begitulah fitrahnya, juga itulah materi pertanyaan dan bahan “interogasi” yang hampir selalu diajukan oleh berbagai pihak kepada setiap gadis yang dinilai “sudah waktunya”, lebih-lebih jika usianya dianggap telah masuk kategori “tertinggal kereta”, karena sudah memasuki masa usia “kritis” bagi seorang gadis!
Begitu pula denganku. Sebagai seorang gadis normal yang telah cukup usia, tentu akupun seperti yang lainnya, ingin segera mendapatkan jodoh dan memasuki jenjang dan tahapan kehidupan yang termasuk paling menentukan, yakni jenjang pernikahan dan tahapan hidup berkeluarga.
Tapi disaat yang sama aku juga tetap harus selektif. Aku memang ingin secepatnya menikah, namun aku juga tidak ingin dapat suami yang “sembarangan”. Bahkan dalam hal ini mungkin dibilang aku termasuk yang perfect. Karena memang kriteria yang aku patok untuk calon suamiku cukup tinggi, nyaris sempurna. Ya, aku memang “mensyaratkan” calon imamku dalam keluarga dan calon bapak anak-anakku nanti insya-allah, tidak sekadar sosok yang saleh dalam dirinya saja, melainkan juga sekaligus harus “mushlih”, yakni aktivis dakwah yang punya komitmen dan kontribusi riil dalam upaya untuk mensalehkan orang lain, masyarakat dan kehidupan. Disamping itu ia haruslah seorang yang berilmu dan berpengetahuan syar’i yang mumpuni. Dan last but not least, sejak lama aku selalu mengharap-harap datangnya seorang calon suami yang “mujahid”, yakni yang menyimpan gelora semangat “jihad” dalam rangka membela dan memperjuangkan dinullah, serta memiliki andil nyata di dalamnya, sesuai ketentuan syariah dan tuntutan realita kondisi dan situasi yang ada.
Nah, demi tergapainya cita-cita itu, akupun tak pernah henti selalu berharap dan tentu saja sekaligus menempuh beragam upaya dan usaha yang syar’i sesuai batas kemampuan yang kumiliki. Dan diantara upaya dan usaha itu adalah doa dan munajat, yang tak putus-putus senantiasa kupanjatkan kepada Allah Ta’ala, di setiap waktu dan kesempatan, siang dan malam, pagi dan petang.
Dan empat tahun lamanya doa-doa permohonan khusus untuk jodoh ini secara istiqamah selalu aku lantunkan, namun pemuda “shalih – mushlih – mujahid” yang kutunggu-tunggu itu tak jua kunjung datang. Sampai akhirnya aku mendengar tentang keajaiban fadhilah istighfar dan kedahsyatan pengaruhnya sebagai wasilah istimewa bagi terwujudnya beragam keinginan, cita-cita dan harapan.
Maka sejak saat itu, akupun kemudian lebih mengutamakan dan mendominankan dzikir serta doa istighfar ini daripada yang lain. Sehingga hari-hari hidupkupun menjadi hari-hari penuh istighfar dan tobat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penerima tobat. Dan lafal istighfar favorit yang biasa aku baca dan lafalkan adalah istighfar dari Nabi SAW. ini: “Astaghfirullahal-ladzi la ilaha illa Huwal-Hayyul-Qayyum, wa atubu ilaih” (Aku bersitighfar memohon ampun kepada Allah, Yang tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengurus, dan aku bertobat kepada-Nya). Biasanya aku melafalkan istighfar itu sampai 1500 kali. Selain itu aku juga menambah dengan lafal yang lebih pendek: “Astaghfirullah, wa atubu ilaih” (Aku beristighfar memohon ampun kepada Allah, dan aku bertobat kepada-Nya).
Dan subhanallah. Istighfar memang benar-benar ajaib dan dahsyat. Setelah enam bulan dari istighfar khususku itu, jodoh yang telah cukup lama kuharap-harap dan kunanti-nanti itupun akhirnya datang juga. Dan hampir persis dengan seluruh kriteria “perfect”-ku yang telah kusebutkan diatas. Beliau seorang yang insya-allah saleh, aktivis dakwah, bergelar doktor di bidang ilmu hadits, dan sekaligus seorang yang di mataku pantas menyandang titel mujahid. Bahkan seperti harapanku, ternyata beliau juga berasal dari suku yang sama denganku… Subhanallah…!
Akupun tak henti-hentinya bersyukur kepada Allah atas karunia istimewa-Nya, dan sekaligus berharap semoga selanjutnya pernikahan dan kehidupan rumah tangga kami selalui dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala sisi dan aspeknya…! Aamiin ya Rabbal-’alamin…! Catatan: Mohon jangan sampai ada yang salah paham terhadap kandungan alur kisah diatas, sehingga keliru menyangka misalnya bahwa, dzikir dan doa dengan berbagai macamnya, secara mutlak tidak seefektif dan tidak sebesar pengaruh istighfar! Perlu diingatkan bahwa, semuanya, baik dzikir, doa, istighfar dan lain-lain, pada dasarnya memiliki potensi pengaruh yang sama sebagai wasilah guna mewujudkan keinginan dan menggapai harapan kepada Allah. Yang membedakan pengaruh amalan-amalan itu, satu sama lain, sebenarnya adalah kondisi masing-masing orang, dipadu dengan faktor cocok atau tepat tidaknya jenis amalan yang dipilihnya. Sehingga seperti kasus kisah sang gadis diatas misalnya, mungkin memang iftighfarlah yang lebih cocok dan lebih tepat untuk kondisinya. Sementara itu untuk banyak orang yang lainnya, boleh jadi sebaliknya, justru dzikir tertentu atau doa tertentu atau amalan tertentu lain lagi, yang lebih cocok, lebih tepat, lebih “klik”, dan lebih efektif! Khusus untuk makna ini, silakan dibaca lagi status terdahulu tentang: Resep Amalan Jitu !
Di sadur dari status Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri MA dg sedikit editing

JODOH ADALAH RAHASIA ILAHI

Ilustrasi dari Inet

Saudaraku..
Termasuk dalam cakupan tauhid rububiyah adalah kita mengimani dengan yakin tanpa ada keraguan sedikit pun bahwa jodoh ada di tangan-Nya. Artinya tanpa ada kehendak Allah SWT, maka kita tak akan hidup seatap dengan pasangan hidup kita seperti sekarang ini.
Siapapun yang Allah Swt tentukan buat menemani hidup kita, pasti ia akan mendekat kepada kita, walaupun ia berada di ujung dunia sekalipun. Dan siapa yang bukan ditakdirkan untuk mengisi hati kita, maka ia akan menjauh dari kita walaupun ia tinggal di seberang rumah kita.
Saudaraku..
Seminggu yang lalu aku mendapat undangan pernikahan dari salah seorang santriku di ma’had tahfizh, yang terkirim lewat inbox Facebook kesayanganku. Ternyata ia akan menyunting santriwati di ma’had yang sama. Subhanallah, sungguh tak disangka, berawal dari sama-sama mengkaji Islam, menghafal al Qur’an, mentela’ah hadits, memperluas tsaqafah Islamiyah dan yang seirama dengan itu, akhirnya Allah Swt menyatukannya dalam satu bahtera. Turut berbahagia membaca undangan yang menyiratkan rasa syukur dan bahagia dari kedua santriku itu. Barakallahu laka, wa baraka ‘alaika, wa jama’a bainakumaa fil khair…
Terekam kembali pertemuanku dengan bidadariku tercinta. Tak terasa waktu terus bergulir, hampir tiga belas tahun lamanya kami disatukan dalam keindahan ibadah yang bernama pernikahan. Kami dipertemukan Allah Swt dalam waktu yang sangat singkat, hanya sebulan, sebelum akhirnya sepakat melangsungkan pernikahan. Padahal sebelumnya aku hanya mengenal namanya saja. Ia pernah aktif dalam kegiatan ke-Islaman dan pernah belajar bahasa Arab di sebuah Ma’had di Lampung.
Saudaraku..
Ada sahabat karib-ku berasal dari Jawa Tengah, setelah ia menyelesaikan study di universitas Islam Madinah, ia menjadi guru tahfidz dan bahasa Arab di sebuah pesantren di Lampung. Beberapa bulan mengabdi di sana, ternyata membuahkan hasil positif. Ia kecantol salah seorang santri putrinya. Yang sekarang telah memberi tiga anak kepada sang ustadz dan sedang menanti kelahiran anak keempat. Ketika bersua dengan sahabatku itu, aku sering meledeknya dengan tertawa lepas, “Pekrid, ngepek murid (artinya, menikahi murid),” lalu temanku itu membalas candaanku dengan guyonan pula, “Itu namanya ‘hubungan bathin’ yang diakhiri dengan hubungan zahir yakni, pernikahan.”
Saudaraku..
Jodoh, merupakan tabir Ilahi, yang tak mampu disingkap oleh kita selaku hamba-Nya. Kita tak mengetahuinya, terkecuali setelah terjadi di alam realita.
Ada orang yang selama lima tahun menjalin hubungan khusus pra nikah (baca: pacaran), berakhir dengan kegagalan membangun sebuah rumah tangga idaman. Justru ia ditakdirkan menikah dengan orang yang baru beberapa hari dikenalnya.
Jodoh telah menyadarkan lamunan kita bahwa Allah-lah yang membolak-balikkan hati kita. Cinta dan benci tak kekal abadi dalam hati kita. Ada dua orang yang berlainan jenis, yang semasa di bangku pendidikan, saling membenci dan berdebat serta perang mulut sewaktu rapat organisasi. Pada akhirnya Allah satukan hati keduanya lewat jalur pernikahan. Apakah perdebatannya terus berlanjut pasca pernikahan? Wallahu a’lam. Yang pasti, rasa cinta yang terus mengalir setelah keduanya hidup dalam satu atap. Lahirnya anak-anak yang lucu, sebagai bukti yang tak terbantahkan.
Ada pengalaman unik dari sahabatku di bangku Aliyah dulu, di mana setamatnya dari sekolah ia menikahi ibu guru matematikanya di sekolah. Padahal ketika ia belajar, ia sangat membenci sang guru. Dan usia keduanya pun berjarak sekitar sepuluh tahun. Tapi begitulah jodoh, yang datang menyapa kita dengan membawa keunikannya sendiri.
Saudaraku..
Meskipun jodoh ada di tangan Allah Swt, namun kita memiliki ikhtiar untuk menyibak tabir Ilahi tersebut. Kita lazim menentukan kriteria pasangan hidup kita. Sehingga Rumah tangga yang kita bangun bisa membuka jalan yang menyampaikan kita pada kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Pasangan hidup kita bisa menjadi mitra yang menyenangkan dalam pelayaran keluarga menuju surga; baik itu surga di dunia ini terlebih surga di akherat kelak.
Kriteria pasangan hidup yang akan menghantarkan kita pada kebahagiaan hidup adalah seperti yang disinggung oleh Nabi saw, Perempuan itu dinikahi karena empat perkara; hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah perempuan yang beragama, niscaya engkau tidak akan merugi.” Muttafaq ‘alaih.
Dari keempat kriteria tersebut, yang paling menarik perhatian pria atau calon suami adalah paras menarik atau kecantikan wajah. Namun kecantikan luar terkadang menipu dan memperdaya. Maka kecantikan wanita itu semestinya dinilai pula dari dalam. Artinya, kecantikan luar (zahir) dan kecantikan dalam (bathin).
Saudaraku…
Syekh ‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan bahwa kecantikan yang dimaksudkan adalah kecantikan Hissy dan maknawi (zahir dan bathin).
Wanita, semakin sempurna kecantikan parasnya dan indah suaranya, maka semakin elok untuk dipandang dan kita merindukan kehadirannya. Dengan demikian hati kita akan terbuka dan dada kita semakin luas. Dan kedamaian pun mengalir memenuhi relung hati.
Sedangkan cantik secara maknawi atau bathin, merupakan perpaduan antara kesempurnaan dien dan keindahan budi pekerti. Jika seorang wanita, semakin sempurna dien dan elok akhlaknya, maka ia semakin mengapit rasa, dekat kepada cinta dan selamat akibatnya (dari prahara keluarga).
Nabi saw pernah bersabda, ”Sebaik-baik wanita (istri) adalah jika engkau memandangnya, ia dapat membuatmu senang. Jika engkau menyuruhnya suatu hal, ia mentaatimu. Jika engkau memberinya (uang belanja) ia akan menggunakannya untuk kebaikanmu. Jika engkau pergi, ia akan menjaga dirinya dan hartamu.” HR. An Nasa’i.
Saudaraku..
Kecantikan bathin inilah yang akan membuat penampilan wanita tampak anggun, bercahaya, memikat, menarik dan indah dipandang. Walaupun ia tak mengenakan perhiasan emas dan berlian, perhiasan dunia. Ia tak perlu melakukan oprasi plastik dan yang senada dengan itu. Karena sejatinya dialah perhiasan dunia yang termahal harganya.
“Dunia adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” H.R; Muslim.
Saudaraku..
Mudah-mudahan anda yang sudah menikah, telah menemukan pasangan hidup yang cantik dari dalam. Jika belum, koreksilah diri sendiri, barangkali memang anda belum tampan dari dalam, sehingga anda tidak layak menjadi pendamping wanita yang cantik dari dalam.
Bagi anda para pemuda yang belum menemukan jodohnya, waspadalah bahwa wanita yang cantik dari dalam yang ingin anda nikahi bukanlah wanita yang anda lihat mejeng di mall-mall dan tempat-tempat perbelanjaan. Atau yang suka memamerkan kecantikannya pada semua orang. Atau yang suka mengusik ketenangan anda di tengah malam dengan telepon. Atau pun yang suka mengumbar senyum pada lelaki yang bukan mahramnya dan yang seirama dengan itu.
Dan bagi anda wanita muslimah yang masih hidup menyendiri, selama anda selalu berupaya menjadi wanita yang cantik dari dalam, yakinlah bahwa arjuna berhati malaikat pasti datang menjemput anda. Kapan waktunya? Serahkanlah pada-Nya. Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah Swt, karena berputus asa, kecewa berlebihan, merasa tak ada harapan, menilai bahwa jalan telah buntu. Hal itu semua merupakan bibit dari kekufuran. Wallahu a’lam bishawab.
Riyadh, 19 Mei 2012 M.
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far
(http://www.facebook.com/profile.php?id=100000992948094)

JIWA BESAR = JIWA PEMBERI

“Tangan diatas (penginfak/pemberi) itu lebih baik dan lebih mulia daripada tangan dibawah (peminta) (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
“Mereka (orang-orang yang bertaqwa itu) adalah orang-orang yang selalu berinfak (memberi), baik saat senang atau lapang maupun kala susah atau sempit” (QS. Ali ‘Imraan [3]: 133).
“Adapun barang siapa yang memberi, bertaqwa dan membenarkan balasan terbaik (Surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan/kebahagiaan” (QS. Al-Lail [92]: 5-7).
“Sedangkan barang siapa yang kikir (enggan memberI), congkak karena merasa tidak butuh (kepada rahmat Allah), dan mendustakan balasan terbaik (Surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran/kesengsaraan (QS. Al-Lail [92]: 8-10).
Maka jiwa besar itu adalah jiwa pemberi. Sedangkan jiwa kerdil adalah jiwa peminta-minta kecuali kepada Allah Ta’ala. Dan semua kita bebas memilih untuk berjiwa besar atau bermentalitas kerdil.
Namun agar seseorang bisa berjiwa besar dan bermentalitas pemberi, diperlukan untuknya dasar keimanan yang baik, kesadaran yang memadai dan pembiasaan diri yang cukup.
Sementara itu perlu dipahami dan disadari benar bahwa, dalam kaedah fiqih pemberian, yang terpenting itu bukanlah apa dan berapa kadar yang diberikan. Melainkan seikhlas apa hati seseorang saat memberikan apapun yang dipunyainya.
Sebagaimana penting sekali selalu diingat bahwa, setiap pemberian, apapun bentuknya dan seberapapun kadarnya, bisa bernilai sedekah tinggi, termasuk dengan sekadar memberikan senyuman cerah, sapaan ramah atau kata-kata yang mengarah dan menggugah.
Dan satu kaedah lagi yang sangat penting diingat dan disadari bahwa, jika kita telah ikhlas, jujur dan sungguh-sungguh memilih jalan hidup untuk berjiwa besar dengan menjadi pemberi, maka kita harus yakin seyakin-yakinnya bahwa, Allah pasti menjamin untuk selalu menyediakan apa-apa yang harus dan laik kita berikan.
Dan sebagai penutup, jangan lupa pula kaedah ini. Yaitu bahwa, saat dalam kondisi dan situasi leluasa memilih, sebisa mungkin utamakan dan prioritaskanlah selalu bentuk-bentuk atau jenis-jenis pemberian yang bernilai istimewa, yakni yang memperhatikan, mempertimbangkan, dan memadukan antara kemampuan yang ada dan kebutuhan penerima.
Wallahul Muwaffiq ila aqwamith-thariq, wa Huwal Hadi ila sawa-issabil.
Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA

Ilustrasi dari inet

MUNAJAT HAMBA-HAMBA PENDOSA

Ilustrasi dari Inet



Ya Allah! Kami memohon ampun kepada-MU dari istighfar-istighfar kami, yang lebih banyak hanya terucap di mulut saja, dan tak benar-benar keluar dari tekad hati dan kejujuran nurani !
Ya Allah! Kami bertobat kepada-MU dari tobat-tobat kami, yang lebih sering penuh dengan kepura-puraan dan pengelabuan diri sendiri !
Puji syukur tak terhingga hanya kepada-MU, ya Allah. Karena Engkau masih berkenan mengizinkan dan bahkan mewajibkan kami agar tetap dan senantiasa berharap dengan pengharapan yang sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya, pada tak terbatasnya keluasan ampunan-MU dan tak bertepinya samudera rahmat-MU !
Nastaghfirullahal-ladzi la ilaha illa Huwal-Hayyul-Qayyum, wa natubu ilaih !
Kami beristighfar memohon ampun hanya kepada Allah, Yang tiada tuhan selain DIA, Maha Hidup dan Maha Menghidupkan, serta kami bertobat juga hanya kepada-NYA !
Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA

SUUDZAN VERSUS HUSNUDZAN

Ilustrasi dari Inet

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang (tajassus) dan janganlah pula saling menggunjingkan (ghibah) satu sama lain..” (QS. Al-Hujuraat [49]: 12). Dan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Jauhkanlah diri kalian dari prasangka (pd org lain), karena prasangka (buruk) adalah kata-kata terdusta” (HR. Muslim).
Jelas sekali dari ayat dan hadits diatas juga yang lainnya bahwa, suudzan (buruk sangka/prasangka buruk) terhadap orang lain itu buruk sekali, jahat sekali, haram sekali, dan tentu saja dosa besar sekali. Imam Ibnu Hajar memasukkan suudzan (prasangka buruk) terhadap sesama muslim ke dalam kategori penyakit hati berat dan dosa besar batin.
Dan jika demikian halnya dengan suudzan, maka kebalikannya, yakni husnudzan (baik sangka/prasangka baik) jelas berarti baik sekali, terpuji sekali, wajib sekali, dan pahalanya juga besar sekali.
Disamping hukumnya yang haram, sifatnya yang tercela dan dosanya yang sangat besar, suudzan juga mengindikasikan keburukan dan kejahatan, serta mengakibatkan beragam dampak negatif yang sangat buruk sekali. Baik itu terhadap diri pengidap penyakit hati tersebut, maupun terhadap orang yang menjadi sasaran dan korban suudzan secara khusus, bahkan terhadap masyarakat dan kehidupan secara umum.
Sementara itu sebaliknya, disamping hukumnya yang wajib, sifatnya yang terpuji dan pahalanya yang amat besar, husnudzan juga mengindikasikan kebaikan dan kemuliaan, serta menghadirkan berbagai dampat positif yang amat indah sekali. Baik itu bagi diri pemilik hati yang mulia itu sendiri, maupun juga bagi pihak yang beruntung mendapatkan sikap husnudzan secara khusus, bahkan bagi masyarakat dan kehidupan secara umum.
Dominannya sikap husnudzan seseorang terhadap orang lain, mengindikasikan dominannya sifat dasar baik dan positif dalam diri yang bersangkutan. Dimana itu juga berarti penunjuk dan gambaran bagi kebaikan hatinya secara umum dan kebersihannya secara relatif dari penyakit-penyakitnya. Sehingga karenanya, orang yang selalu berhusnudzan, biasanya juga memiliki sifat-sifat baik dan sikap-sikap positif yang lain. Seperti misalnya mudah memaafkan, tidak senang menggunjing (ghibah), tidak suka mencari-cari cacat, aib dan keburukan orang, dan seterusnya.
Sedangkan sebaliknya, dominannya sikap suudzan seseorang terhadap orang lain, mengindikasikan dominannya sifat dasar buruk dan negatif dalam diri yang bersangkutan. Dimana itu juga berarti penunjuk dan gambaran bagi keburukan hatinya secara umum dan bercokolnya penyakit-penyakitnya di dalamnya. Sehingga karenanya, orang yang senantiasa bersuudzan, biasanya juga berpotensi mempuanyai sifat-sifat buruk dan sikap-sikap negatif yang lain. Seperti misalnya suka mencari-cari cacat, aib dan keburukan orang, senang menggunjing, tidak mudah memaafkan orang lain yang salah, juga tidak gampang meminta maaf kala salah, dan seterusnya. Oleh karena itu, di dalam surah Al-Hujuraat yang dikutip sebagiannya diatas, larangan berprasangka buruk digandengkan, baik sebelum maupun sesudahnya, dengan larangan terhadap sikap-sikap buruk dan negatif lain yang umumnya hanya muncul dari hati yang buruk dan berpenyakit, seperti: mengolok-olok, mencela, merendahkan martabat, mencari-cari kesalahan orang lain, menggunjing, dan seterusnya.
Tak terpungkiri bahwa, dalam jiwa dan diri setiap manusia itu, terdapat dua sisi atau potensi. Yakni sisi atau potensi baik, positif dan konstruktif, yang di dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan potensi taqwa. Dan yang kedua sisi atau potensi jahat, negatif dan destruktif, yang di dalam bahasa Al-Qur’an dikenal dengan potensi fujur (lihat QS. Asy-Syams [91]: 8). Dan perintah atau kewajiban ber-husnudzan/berprasangka baik adalah berarti perintah atau kewajiban agar kita selalu atau lebih banyak melihat sisi baik, positif dan konstruktif tersebut dalam diri orang lain dan masyarakat. Sedangkan larangan atau keharaman ber-suudzan/berprasangka buruk adalah berarti larangan atau keharaman untuk kita selalu atau lebih banyak melihat sisi jahat, negatif dan destruktif dalam diri orang lain dan masyarakat.
Jika sifat dan sikap saling husnudzan lebih dominan dan merata diantara para anggota suatu masyarakat atau individu sebuah komunitas, maka itu adalah indikasi kuat dan tengara jelas bahwa, masyarakat dan komunitas tersebut adalah masyarakat dan komunitas yang baik, karena terdiri dari anggota-anggota dan individu-individu yang baik serta berhati relatif bersih dan sehat. Dan sebagai pengaruh, dampak dan imbasnya, pastilah ”wilayah” kebaikan, kebajikan dan kepositifan di masyarakat dan komunitas seperti itu, lebih luas lebar lebar dibandingkan dengan ”wilayah” keburukan, kejahatan dan kenegatifan, yang boleh jadi terkadang bahkan sampai seakan tidak kebagian tempat di dalamnya!
Adapun sebaliknya, jika sifat dan sikap saling suudzan yang justru lebih dominan dan merata diantara anggota suatu masyarakat atau individu sebuah komunitas, maka itu adalah indikasi kuat dan tengara jelas bahwa, masyarakat dan komunitas tersebut adalah masyarakat dan komunitas yang relatif buruk, karena terdiri dari anggota-anggota dan individu-individu yang relatif buruk serta berhati relatif kotor dan berpenyakit. Dan sebagai pengaruh, dampak dan imbasnya, pastilah ”daerah” keburukan, kejahatan dan kenegatifan di masyarakat dan komunitas seperti itu, lebih luas dan lebar dibandingkan dengan ”daerah” kebaikan, kebajikan dan kepositifan, yang boleh jadi terkadang bahkan sampai seakan tidak kebagian tempat di dalamnya!
Secara lebih khusus dan spesifik, pengaruh sikap husnudzan atau suudzan juga bisa besar sekali terhadap orang atau individu yang menjadi obyek dan sasaran dari sikap husnudzan atau suudzan tersebut. Dimana seseorang yang bisa saja semula memang sebenarnya buruk atau berniat jahat, sangat mungkin akhirnya justru berubah menjadi baik atau mengurungkan niat jahatnya, karena barakah pengaruh positif dari sikap husnudzan terhadapnya. Sebaliknya orang lain yg mungkin saja sebenarnya semula baik atau berniat baik, sangat boleh jadi akhirnya justru berbalik menjadi buruk, akibat dampak negatif dari sikap suudzan terhadapnya. Dan rasanya tak jarang kita bisa dengan mudah mendapati fakta dan realita di tengah-tengah masyarakat, yang membuktikan dan menguatkan hal itu.
Dan sebagai pengingat terakhir sekaligus penutup tausiah ini, penting sekali disadari bahwa, sebagaimana penyakit-penyakit hati dan sosial yang lainnya, sebenarnya sifat dan sikap suudzan itu sangat melelahkan pikiran, sangat menyesakkan dada, sangat menyakitkan hati, dan sangat membebani jiwa dan diri yang bersangkutan sendiri. Sementara itu sebaliknya bahwa, seperti sifat-sifat mulia hati yang lain, sifat dan sikap husnudzan itu sangat melegakan hati, sangat melapangkan dada, sangat meringankan jiwa dan sangat menyenangkan serta membahagiakannya sekaligus!
Maka, marilah selalu saling ber-husnudzan, dan enyahkan sikap saling ber-suudzan! Semoga!
Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA

Kamis, 24 Mei 2012

Fiqih Pacaran


Ibnu Qayyim Al-Juziyah (atau Al-Jauziyyah) sungguh menakjubkan. Inilah yang kami rasakan ketika membaca buku terjemahan kitab beliau, Raudhatul Muhibbiin, yang berjudul Taman Orang-orang Jatuh Cinta, terj. Bahrun AI Zubaidi, Lc (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006).
Bagaimana tidak menakjubkan? Di buku setebal 930 halaman tersebut, orang yang jatuh cinta ditawari “rahmat dan syafaat” (hlm. 715 dst.). Selain itu, beliau mengarahkan pembaca untuk “menyeimbangkan dorongan hawa nafsu dan potensi akal” (hlm. 29 dst.). Hal-hal semacam ini jarang kami temui di buku-buku percintaan yang pernah kami baca.
Memang, sebagaimana ulama-ulama besar lainnya, beliau pun menekankan “cinta kepada Allah” dan “cinta karena Allah” (hlm. 550). Namun, beliau ternyata juga membicarakan fenomena “pacaran islami”, suatu topik sensitif yang sering dihindari banyak ulama. Beliau mengungkapkannya (bersama-sama dengan persoalan lain yang relevan) di sub-bab “Berbagai hadits, atsar, dan riwayat yang menceritakan keutamaan memelihara kesucian diri” dan “Cinta yang suci tetap menjadi kebanggaan” (hlm. 607-665).
Di situ, kami jumpai istilah “pacaran” muncul tujuh kali, yaitu di halaman 617, 621 (lima kali), dan 658. Adapun istilah-istilah lain yang menunjukkan keberadaan aktivitas tersebut adalah “bercinta” (hlm. 650), “gayung bersambut” (hlm. 613), “saling mengutarakan rasa cinta” (hlm. 620-621), “mengapeli” (hlm. 642-643), “berdekatan” (hlm. 617), dan sebagainya.
Sekurang-kurangnya, kami jumpai ada sembilan contoh praktek pacaran islami yang diceritakan oleh Ibnu Qayyim di situ. Dari contoh-contoh itu, dan dari keterangan beliau di buku tersebut, kami berusaha mengenali ciri khas “pacaran islami” ala Raudhatul Muhibbiin. Ini dia tujuh diantaranya:
  1. mengutamakan akhirat
  2. mencintai karena Allah
  3. membutuhkan pengawasan Allah dan orang lain
  4. menyimak kata-kata yang makruf
  5. tidak menyentuh sang pacar
  6. menjaga pandangan
  7. seperti berpuasa
1) MENGUTAMAKAN AKHIRAT
Pada dua contoh, pelaku “pacaran islami” ditawari kenikmatan duniawi (zina), tetapi menolaknya dengan alasan ayat QS Az-Zukhruf [43]: 67, “Teman-teman akrab pada hari [kiamat] itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (hlm. 616 dan 655) Maksudnya, mereka yang islam itu lebih memilih kenikmatan ukhrawi daripada kenikmatan duniawi (ketika dua macam kenikmatan ini bertentangan).
Adapun pada bab terakhir, Ibnu Qayyim (dengan berlandaskan QS Al-Insaan [76]: 12) menyatakan, “Barang siapa yang mempersempit dirinya [di dunia] dengan menentang kemauan hawa nafsu, niscaya Allah akan meluaskan kuburnya dan memberinya keleluasaan di hari kemudian.” (hlm. 918)
2) MENCINTAI KARENA ALLAH
Pada suatu contoh, diungkapkan syair: “Sesunggguhnya aku merasa malu kepada kekasihku bila melakukan hal yang mencurigakan; dan jika diajak untuk hal yang baik, aku pun berbuat yang baik.” (hlm. 656)
Syair tersebut menggambarkan bahwa percintaannya “menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya” (hlm. 550). Menghindari hal yang mencurigakan dan menerima ajakan berbuat baik itu diridhai Dia, bukan?
Lantas, apa hubungannya dengan “cinta karena Allah”? Perhatikan:
Yang dimaksud dengan cinta karena Allah ialah hal-hal yang termasuk ke dalam pengertian kesempurnaan cinta kepada-Nya dan berbagai tuntutannya, bukan keharusannya. Karena sesungguhnya cinta kepada Sang Kekasih menuntut yang bersangkutan untuk mencintai pula apa yang disukai oleh Kekasihnya dan juga mencintai segala sesuatu yang dapat membantunya untuk dapat mencintai-Nya serta menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya dan berdekatan dengan-Nya. (hlm. 550)
3) MEMBUTUHKAN PENGAWASAN ALLAH DAN ORANG LAIN
Pada suatu contoh, pelaku “pacaran islami” bersyair: “Aku punya Pengawas yang tidak boleh kukhianati; dan engkau pun punya Pengawas pula” (hlm. 628).
Pada satu contoh lainnya, Muhammad bin Sirin mengabarkan bahwa “dahulu mereka, saat melakukan pacaran, tidak pernah melakukan hal-hal yang mencurigakan. Seorang lelaki yang mencintai wanita suatu kaum, datang dengan terus-terang kepada mereka dan hanya berbicara dengan mereka tanpa ada suatu kemungkaran pun yang dilakukannya di kalangan mereka” (hlm. 621).
4) MENYIMAK KATA-KATA YANG MAKRUF
Pada suatu contoh, ‘Utsman Al-Hizami mengabarkan, “Keduanya saling bertanya dan wanita itu meminta kepada Nushaib untuk menceritakan pengalamannya dalam bentuk bait-bait syair, maka Nushaib mengabulkan permintaannya, lalu mendendangkan bait-bait syair untuknya.” (hlm. 620)
Pada enam contoh, para pelaku pacaran islami “saling mengutarakan rasa cintanya masing-masing melalui bait-bait syair yang indah dan menarik” (hlm. 620-621).
Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami mengabarkan, “Demi Tuhan yang telah mencabut nyawanya, dia sama sekali tidak pernah mengucapkan kata-kata yang mesum hingga kematian memisahkan antara aku dan dia.” (hlm. 628)
5) TIDAK MENYENTUH SANG PACAR
Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami menganggap jabat tangan “sebagai perbuatan yang tabu” (hlm. 628).
Pada dua contoh, pelaku pacaran islami tidak pernah menyentuhkan tangannya ke tubuh pacarnya. (hlm. 634)
Pada satu contoh lainnya, pelaku pacaran islami “berdekatan tetapi tanpa bersentuhan” (hlm. 621).
Sementara itu, Ibnu Qayyim mengecam gaya pacaran jahili di zaman beliau. Mengutip kata-kata Hisyam bin Hassan, “yang terjadi pada masa sekarang, mereka masih belum puas dalam berpacaran, kecuali dengan melakukan hubungan sebadan alias bersetubuh” (hlm. 621).
6) MENJAGA PANDANGAN
Di antara contoh-contoh itu, terdapat satu kasus (hlm. 617) yang menunjukkan bahwa si pelaku pacaran islami “dapat melihat” kekasihnya. Akan tetapi, Ibnu Qayyim telah mengatakan “bahwa pandangan yang dianjurkan oleh Allah SWT sebagai pandangan yang diberi pahala kepada pelakunya adalah pandangan yang sesuai dengan perintah-Nya, yaitu pandangan yang bertujuan untuk mengenal Tuhannya dan mencintai-Nya, bukan pandangan ala setan” (hlm. 241).
7) SEPERTI BERPUASA
Ibnu Qayyim menyimpulkan:
Demikianlah kisah-kisah yang menggambarkan kesucian mereka dalam bercinta. Motivasi yang mendorong mereka untuk memelihara kesuciannya paling utama ialah mengagungkan Yang Mahaperkasa, kemudian berhasrat untuk dapat menikahi bidadari nan cantik di negeri yang kekal (surga). Karena sesungguhnya barang siapa yang melampiaskan kesenangannya di negeri ini untuk hal-hal yang diharamkan, maka Allah tidak akan memberinya kenikmatan bidadari nan cantik di negeri sana…. (hlm. 650)
Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba bersikap waspada dalam memilih salah satu di antara dua kenikmatan [seksual] itu bagi dirinya dan tiada jalan lain baginya kecuali harus merasa puas dengan salah satunya, karena sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan bagi orang yang menghabiskan semua kesenangan dan kenikmatan dirinya dalam kehidupan dunia ini, seperti orang yang berpuasa dan menahan diri darinya buat nanti pada hari berbukanya saat meninggalkan dunia ini manakala dia bersua dengan Allah SWT. (hlm. 650-651)
Begitulah tujuh ciri khas pacaran islami ala Raudhatul Muhibbiin dalam pandangan kami. Bagaimana dengan Anda? Tolonglah beritahu kami apa saja ciri khas pacaran islami ala Raudhatul Muhibbiin dalam pandangan Anda!

Rabu, 23 Mei 2012

Sejarah Islam Dari Zaman Nabi Muhammad Hingga Masa Ke-Emasan Islam

by izza ul-haq

in Religi
Sejarah Islam dari zaman nabi Muhammad hingga masa turki usmani – Perkembangan islam sudah berlangsung ribuan tahun dan mungkin saja sobat merahitam ada yang belum paham sejarah perkembangan islam itu sendiri. dari sumber wikipedia yang saya kutip yaitu;
sejarah islam
Sejarah Islam adalah sejarah agama Islam mulai turunnya wahyu pertama pada tahun 622 yang diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira, Arab Saudi sampai dengan sekarang.
yaitu nabi akhir zaman, nah perkembangan islam selanjutnya setelah era rosul muhamad dilanjutkan dengan era-era dibawah ini:
 Sejarah Islam masa Khulafaur Rasyidin
632 M – Wafatnya Nabi Muhammad dan Abu Bakar diangkat menjadi khalifah. Usamah bin Zaid memimpin ekspedisi ke Syria. Perang terhadap orang yang murtad yaitu Bani Tamim dan Musailamah al-Kadzab.
633 M – Pengumpulan Al Quran dimulai.
634 M – Wafatnya Abu Bakar. Umar bin Khatab diangkat menjadi khalifah. Penaklukan Damaskus.
636 M – Peperangan di Ajnadin atas tentara Romawi sehingga Syria, Mesopotamia, dan Palestina dapat ditaklukkan. Peperangan dan penaklukan Kadisia atas tentara Persia.
638 M – Penaklukan Baitulmuqaddis oleh tentara Islam. Peperangan dan penkalukan Jalula atas Persia.
639 M – Penaklukan Madain, kerajaan Persia.
640 M – Kerajaan Islam Madinah mulai membuat mata uang Islam. Tentara Islam megepung kota Alfarma, Mesir dan menaklukkannya.
641 M – Penaklukan Mesir
642 M – Penaklukan Nahawand, kerajaan Persia dan Penaklukan Persia secara keseluruhan.
644 M – Umar bin Khatab mati syahid akibat dibunuh. Utsman bin Affan menjadi khalifah.
645 M – Cyprus ditaklukkan.
646 M – Penyerangan Byzantium di kota Iskandariyah Mesir.
647 M – Angkatan Tentara Laut Islam didirikan & diketuai oleh Muawiyah Abu Sufyan. Perang di laut melawan angkatan laut Byzantium.
648 M – Pemberontakan menentang pemerintahan Utsman bin Affan.
656 M – Utsman mati akibat dibunuh. Ali bin Abi Talib dilantik menjadi khalifah. Terjadinya Perang Jamal.
657 M – Ali bin Abi Thalib memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Kufah. Perang Siffin meletus.
659 M – Ali bin Abi Thalib menyerang kembali Hijaz dan Yaman dari Muawiyah. Muawiyah menyatakan dirinya sebagai khalifah Damaskus.
661 M – Ali bin Abi Thalib mati dibunuh. Pemerintahan Khulafaur Rasyidin berakhir. Hasan (Cucu Nabi Muhammad) kemudian diangkat sebagai Khalifah ke-5 Umat Islam menggantikan Ali bin Abi Thalib.
661 M – Setelah sekitar 6 bulan Khalifah Hasan memerintah, 2 kelompok besar pasukan Islam yaitu Pasukan Khalifah Hasan di Kufah dan pasukan Muawiyah di Damsyik telah siap untuk memulai suatu pertempuran besar. Ketika pertempuran akan pecah, Muawiyah kemudian menawarkan rancangan perdamaian kepada Khalifah Hasan yang kemudian dengan pertimbangan persatuan Umat Islam, rancangan perdamaian Muawiyah ini diterima secara bersyarat oleh Khalifah Hasan dan kekhalifahan diserahkan oleh Khalifah Hasan kepada Muawiyah. Tahun itu kemudian dikenal dengan nama Tahun Perdamaian/Persatuan Umat (Aam Jamaah) dalam sejarah Umat Islam. Sejak saat itu Muawiyah menjadi Khalifah Umat Islam yang kemudian dilanjutkan dengan sistem Kerajaan Islam yang pertama yaitu pergantian pemimpin (Raja Islam) yang dilakukan secara turun temurun (Daulah Umayyah) dari Daulah Umayyah ini kemudian berlanjut kepada Kerajaan-Kerajaan Islam selanjutnya seperti Daulah Abbasiyah, Fatimiyyah, Usmaniyah dan lain-lain.
 Sejarah Islam Masa Kerajaan Bani Ummaiyyah
661 M – Muawiyah menjadi khalifah dan mndirikan Kerajaan Bani Ummaiyyah.
669 M – Persiapan perang melawan Konstantinopel
670 M – Penaklukan Kabul.
677 M – Penyerangan Konstantinopel yang pertama namun gagal.
679 M – Penyerangan Konstantinopel yang kedua namun gagal karena Muawiyah meninggal di tahun 680.
680 M – Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki tahta. Peristiwa pembunuhan Saidina Hussein.
685 M – Khalifah Abdul Malik menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi kerajaan.
700 M – Tentara Islam melawan kaum Barbar di Afrika Utara.
711 M – Penaklukan Sepanyol, Sind, dan Transoxiana.
712 M – Tentara Bani Ummayyah ke Spanyol, Sind, dan Transoxiana.
713 M – Penaklukan Multan.
716 M – Serangan kepada Konstantinopel.
717 M – Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah. Pembaharuan yang hebat dijalankan.
725 M – Tentara Islam melawan Nimes di Perancis.
749 M – Kekalahan tentera Ummayyah di Kufah, Iraq ditangan tentara Abbasiyyah.
750 M – Damaskus ditaklukkan oleh tentera Abbasiyyah. Runtuhnya Kerajaan Bani Ummaiyyah.
Sejarah Islam Masa Kerajaan Bani Abbasiyyah
752 M – Berdirinya Kerajaan Bani Abbasiyyah.
755 M – Pemberontakan Abdullah bin Ali. Pembunuhan Abu Muslim.
756 M – Abd ar-Rahman I mendirikan Kerajaan Bani Ummaiyyah di Spanyol.
763 M – Pendirian kota Baghdad. Kekalahan tentara Abbasiyyah di Spanyol.
786 M – Harun al-Rasyid menjadi Khalifah.
792 M – Penyerangan selatan Perancis.
800 M – Aljabar diciptakan oleh Al-Khawarizmi.
805 M – Perlawanan atas Byzantium. Penyerangan Pulau Rhodes dan Cyprus.
809 M – Kematian Harun al-Rasyid. Al-Amin diangkat menjadi khalifah.
814 M – Perang saudara antara Al-Amin dan Al-Ma’mun. Al-Amin terbunuh dan Al-Ma’mun menjadi khalifah.
1000 M – Masjid Besar Cordoba siap dibangun.
1005 M – Multan dan Ghur ditaklukkan.
1055 M – Baghdad diserang oleh tentara Turki Seljuk. Pemerintahan Abbasiyyah-Seljuk dimulai, yang berdiri sampai tahun 1258 ketika tentara Mongol memusnahkan Baghdad.
1085 M – Tentara Kristen menyerang Toledo (di Spanyol).
1091 M – Bangsa Norman menyerang Sicilia, pemerintahan Islam di sana berakhir.
1095 M – Perang Salib pertama dimulai.
1099 M – Tentara Salib menaklukkan Baitul Maqdis. Mereka membunuh semua penduduknya.
1144 M – Nuruddin Zengi menaklukkan Edessa dari tentera Kristian. Perang Salib kedua berlaku.
1187 M – Salahuddin Al-Ayubbi menaklukkan Baitulmuqaddis dari tentera Salib. Perang Salib ketiga berlaku.
1194 M – Tentera Muslim menaklukkan Delhi, India.
1236 M – Tentera Kristen menaklukkan Cordoba (di Spanyol).
1258 M – Tentera Mongol menyerang dan memusnahkan Baghdad. Ribuan penduduk terbunuh. Runtuhnya Baghdad. Tamatnya pemerintahan Kerajaan Bani Abbasiyyah-Seljuk.
1260 M – Kebangkitan Islam. Kerajaan Bani Mamluk di Mesir (merupakan pertahanan Islam yang ketiga terakhir setelah Makkah & Madinah) pimpinan Sultan Saifuddin Muzaffar Al-Qutuz menewaskan tentera Mongol di dalam pertempuran di Ain Jalut.
Sejarah Islam Masa Kerajaan Turki Utsmani
1243 M – Bangsa Turki yang hidup secara nomad menetap secara tetap di Asia Kecil.
1299 M – Sebuah wilayah pemerintahan kecil Turki di bawah Turki Seljuk didirikan di barat Anatolia.
1301 M – Osman I menyatakan dirinya sebagai sultan. Berdirinya Kerajaan Turki Usmani.
1345 M – Turki Seljuk menyeberangi Selat Bosporus.
1389 M – Tentara Utsmani menewaskan tentara Serb di Kosovo.
1402 M – Timurlane, Raja Tartar (Mongol) menumpaskan tentera Uthmaniyyah di Ankara.
1451 M – Sultan Muhammad al-Fatih menjadi pemerintah.
1453 M – Constantinople ditaklukkan oleh tentara Islam pimpinan Sultan Muhammad al-Fatih. Berakhirnya Kerajaan Byzantium.
1520 M – Sultan Sulaiman al-Qanuni dilantik menjadi sultan.
1526 M – Perang Mohacs
1529 M – Serangan dan kepungan ke atas Vienna.
1571 M – Perang Lepanto terjadi.
1641 M – Pemerintahan Sultan Muhammad IV
1683 M – Serangan dan kepungan ke atas Vienna untuk yang kedua kalinya.
1687 M – Sultan Muhammad IV meninggal dunia.
1703 M – Pembaharuan kebudayaan di bawah Sultan Ahmed III.
1774 M – Perjanjian Kucuk Kaynarca.
1792 M – Perjanjian Jassy.
1793 M – Sultan Selim III mengumumkan “Pentadbiran Baru”.
1798 M – Napoleon mencoba untuk menaklukkan Mesir.
1804 M – Pemberontakan dan kebangkitan bangsa Serbia pertama.
1815 M – Pemberontakan dan kebangkitan bangsa Serbia kedua.
1822 M – Bermulanya perang kemerdekaan Greece.
1826 M – Pembunuhan massal tentara elit Janissari. Kekalahan tentera laut Uthmaniyyah di Navarino.
1829 M – Perjanjian Adrianople.
1830 M – Berakhirnya perang kemerdekaan Greece.
1841 M – Konvensyen Selat.
1853 M – Dimulainya Perang Crimea.
1856 M – Berakhirnya Perang Crimea.
1878 M – Kongres Berlin. Serbia dan Montenegro diberi kemerdekaan. Bulgaria diberi kuasa autonomi.
1912 M – Perang Balkan pertama.
1913 M – Perang Balkan kedua.
1914 M – Kerajaan Turki Utsmani memasuki Perang Dunia I sebagai sekutu kuasa tengah.
1919 M – Mustafa Kemal Atatürk mendarat di Samsun.
1923 M – Sistem kesultanan dihapuskan. Turki menyatakan sebagai sebuah Republik.
1924 M – Khalifah dihapus. Berakhirnya pemerintahan Kerajaan Turki Utsmani.
Demikian seputar sejarah islam, semoga artikel ini bermanfaat sama dengan halnya seputar sejarah komputer yang sudah saya tulis beberapa waktu lalu. wassalam.
source: id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Islam

Senin, 07 Mei 2012




 SAHABAT

berbagai cerita tersimpan dalam kenangan masa abu-abu
ini lah ekspresi kala itu ...
dimana segala sesuatu bercerita ..
entah duka tawa ataupun canda yang bercerita
namun tetap membawa kenangan tersendiri untuk
masa yang akan datang ..
dan kala ingatan kembali ke masa abu abu putih ini
satu kata yang terucap
yaitu RINDU :)